Parenting Pemberdayaan Keluarga Untuk Mengembangkan Potensi Remaja Generasi Z
Pada tanggal 7 Desember 2023 bertempat di gedung Diklat Kota Madiun SMA Negeri 5 mengadakan acara Parenting yang menghadirkan orangtua peserta didik bertajuk “Pemberdayaan Keluarga Untuk Mengembangkan Potensi Remaja Generasi Z” oleh Psikolog Awalina Fidiah Mawarti, M.Psi, Dosen UNIPMA Madiun,
Hasil Sensus Penduduk Tahun 2020 telah dirilis Badan Pusat Statistik pada akhir Januari lalu, dan memberikan gambaran demografi Indonesia yang mengalami banyak perubahan dari hasil sensus sebelumnya di tahun 2010. Sesuai prediksi dan analisis berbagai kalangan, Indonesia tengah berada pada periode yang dinamakan sebagai Bonus Demografi. Menariknya, hasil sensus 2020 menunjukkan komposisi penduduk Indonesia yang sebagian besar berasal dari Generasi Z/Gen Z (27,94%), yaitu generasi yang lahir pada antara tahun 1997 sampai dengan 2012. Generasi Milenial yang digadang-gadang menjadi motor pergerakan masyarakat saat ini, jumlahnya berada sedikit di bawah Gen Z, yaitu sebanyak 25,87% dari total penduduk Indonesia. Ini artinya, keberadaan Gen Z memegang peranan penting dan memberikan pengaruh pada perkembangan Indonesia saat ini dan nanti.
Di konteks pendidikan, pemahaman tentang karakteristik setiap generasi menjadi penting untuk menentukan bagaimana strategi pendidikan yang efektif diberikan kepada siswa. Tujuannya tidak sekadar capaian akademik dan pedagogik siswa, tetapi juga bagaimana proses pendidikan dapat menumbuhkan karakter dan kecintaan siswa terhadap aktivitas belajar. Saat ini, sebagian besar dari Gen Z berada pada usia sekolah. Ini berarti, penyesuaian sistem belajar dalam ruang-ruang pendidikan kita harus mempertimbangkan karakteristik Gen Z agar sesuai dengan kebutuhan mereka tanpa mengesampingkan minat dan habituasi mereka sebagai sebuah kelompok generasi.
Pada karakter figital, sifat Gen Z sebagai “penduduk asli pribumi” sangat melekat. Guru harus banyak melakukan pengamatan tentang bagaimana siswa memadukan sisi fisik dan digital dalam cara mereka berinteraksi, hidup, dan belajar. Ini kemudian akan menjadi landasan bagi guru untuk menentukan metode pembelajaran yang akan gunakan. Penutupan sekolah karena masa pandemi COVID-19 sebenarnya memberikan dorongan positif bagi guru untuk lebih berkomitmen, konsisten dan terbiasa memanfaatkan teknologi dalam pembelajaran. Guru sudah harus semakin terbiasa menggunakan sarana pembelajaran yang beragam melalui teknologi digital, agar siswa tetap dapat aktif dan tersambung dalam pembelajaran dalam berbagai kondisi pembelajaran yang ada. Guru juga perlu untuk lebih terbuka terhadap tambahan leksikon baru sebagai media dan perangkat pembelajaran. Ini dapat berupa visual, video, atau bahkan simbol tertentu yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas komunikasi antara siswa dan guru. Guru perlu lebih kreatif dalam mencari dan menerapkan solusi figital untuk meningkatkan dan menyebarkan budaya pembelajaran.
Karakter FOMO juga menjadi salah satu tantangan pendidikan. Pada karakter ini, Gen Z memiliki rasa ingin tahu yang tinggi tentang berbagai hal, khususnya hal-hal baru. FOMO menjadikan siswa terpacu untuk mengetahui berbagai hal dari sumber-sumber informasi yang tersebar dan mudah diakses saat ini. Itu mengapa, Gen Z memilih untuk selalu terhubung aktif dengan komunitasnya agar informasi yang beredar dalam komunitasnya tidak terlewatkan, salah satunya melalui media sosial. Dalam hal ini, pendidikan perlu menjadi media yang terbuka dan mewadahi berbagai informasi yang diperlukan siswa tidak hanya pada hal yang berkaitan dengan pembelajaran, tetapi juga keterampilan hidup. Pendidikan perlu mampu mengkurasi informasi apa saja yang memang bermanfaat bagi siswa, dan yang tidak. Kompetensi guru menjadi sangat penting dalam hal akurasi tersebut.
Gen Z lahir dengan salah satu kelebihan mampu memahami dirinya sendiri. Itu mengapa, karakter Hiperkustomisasi menjadi salah satu ciri khas Gen Z. Dari sana, siswa menjadi terbiasa menentukan kebutuhan apa yang mereka butuhkan dan perlu dapatkan. Aktivitas mereka berselancar di dunia maya, merupakan bagian dari cara Gen Z memenuhi kebutuhan akan dirinya. Dalam konteks pendidikan, memberikan kebebasan siswa menentukan cara belajarnya merupakan sebuah kebutuhan. Guru perlu untuk mampu melakukan personalisasi cara-cara belajar bagi setiap siswa, dan memberikan siswa lebih banyak kesempatan untuk mencari sumber belajar di luar aktivitas bersekolah. Karakter hiperkustomisasi menyebabkan siswa juga menjadi terbiasa mengkritisi banyak hal di sekelilingnya, termasuk memberikan masukan terhadap media-media belajar yang selama ini digunakannya. Penting bagi ekosistem pendidikan untuk memberikan ruang kepada para siswa untuk menyampaikan gagasan dan penilaiannya tentang proses belajar yang mereka jalani sehari-hari, termasuk berkesempatan merekonstruksi harapan mereka tentang pendidikan di masa depan. Kenyamanan belajar adalah yang utama bagi Gen Z.
Dalam praktik pembelajaran saat ini, siswa menjadi sangat kompetitif dengan keragaman potensi yang dimilikinya. Ini perlu menjadi catatan penting bagi pendidikan khusunya guru untuk mampu memfasilitasi karakter terpacu tersebut melalui berbagai media yang mampu mengakomodasi potensi siswa yang beragam, tanpa mengarahkan pada upaya memperbandingkan antara siswa yang satu dan yang lainnya. Siswa perlu lebih banyak diapresiasi dan menjadikan praktik tersebut sebagai bagian tidak terpisahkan dari upaya-upaya reflektif semua pihak dalam memperbaiki kualitas pembelajaran.